Juru Bicara PSI Kritik Ketua Umum Partai Berkarya
Advertisements

Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Bidang Ekonomi, Industri dan Bisnis, Rizal Calvary Marimbo melayangkan kritikan kepada Ketua Umum Partai Berkarya.

Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Rizal mengkritik pernyataan Tommy terkait hutang luar negeri. Rizal menyampaikan kritikannya ketika berpidato dalam acara konsolidasi pemenangan.

Partai Berkarya di Memorial Jenderal Besar HM Soeharto, Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Senin tanggal 11 Juni 2018.

Rizal membahas tentang hhutang pada masa Orde Baru. Hutang pada masa itu menjatuhkan masyarakat Indonesia dalam krisis yang terjadi tahun 1998.

“Tak hanya itu, hutang Orba membuat masyarakat Indonesia sengsara serta jatuh ke dalam krisis tahun 1998. Mungkin ini yang beliau lupa. Enggak apa-apa kita ingatkan,” ujar Rizal, Rabu, tanggal 13 Juni 2018.

Rizal pun menjelaskan, rasio hutang di Orba sebesar 57,7% dari PDB (Produk Domestik Bruto), kemudian bertambah lagi di masa pemerintahan Pak Habibie menjadi 85,4% atas PDB.

Sedangkan rasio hutang yang terjadi pada pemerintahan Jokowi hanya 27% dari PDB.”tingginya ketergantungan Orba kepada hutang membuat perekonomian nasional rontok serta menimbulkan huru-hara serta gerakan reformasi besar-besaran tahun 1998,” jelas Rizal.

Rizal pun menambahkan, pada masa Orba defisit selalu dijaga agar tetap berada di kisaran 3% dari PDB setiap tahun.

Akan tetapi defisit tersebut, hanya memindahkan sumber biaya dai pencetakan uang bari ke hutang luar negeri. Tujuannya untuk menjaga inflasi.

Inflasi yang terjadi dibayarkan dengan hutang dengan beban bunga. Sehingga pembayarannya semakin berat. Menurut Rizal, ketika ekonomi global terguncang, maka nilai tukar Rupiah dengan Dollar akan melunjak.

“Ketika guncangan ekonomi global datang, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar melonjak dan nilai hutang dan beban bunga pemerintah meningkat tajam pula.

Saat itu hutang luar negeri mencapai 5,2% dari PDB. Nilai itu belum termasuk hutang diundur pembayarannya,” ucap Rizal.

Hutang zaman Orba sama sekali tidak dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan. Para pejabat masa itu malah menggerogoti hutang tersebut.

Advertisements

Mereka beramai-ramai melakukan korupsi dengan uang hutang itu. Menurut Rizal, hal itu jelas berbeda dengan yang dilakukan Jokowi. Jokowi memanfaatkan hutang tersebut untuk sektor pembangunan.

“Ini bedanya dengan Pak Jokowi, hutang dioptimalkan untuk bangun infrastruktur dan sektor-sektor produktif lainnya yang dulunya tidak berani.

Di bangun oleh pemimpin sebelumnya sebab tidak populer dan sifatnya jangka panjang baru dirasakan manfaatnya,” jelas Rizal.

Rizal juga mengatakan bahwa pengelolaan hutang Indonesia pada masa pemerintahan Jokowi, lebih baik dibandingkan pada masa Orba.

Hal itu membuktikan jika Jokowi kredibel dalam mengelola hutang, “Ini menjadi bukti bahwa Presiden Jokowi kredibel dan pruden dalam mengelola hutang,

” ujar Rizal. Rizal juga menambahkan jika penilaian itu bukan berasal dari dirinya. Melainkan dari positif Moody’s. “Ini yang menilai positif Moody’s, bukan kami.

Bahwa pemerintahan sebelumnya sampai pemerintahan Jokowi-JK mampu menjaga defisit fiskal di bawah batas 3 persen sejak 2003.

Defisit dapat dipertahankan di level rendah dan didukung oleh pembiayaan yang bersifat jangka panjang dapat menjaga beban hutang tetap rendah sehingga mengurangi kebutuhan dan risiko pembiayaan,” ucap Rizal.

Rizal juga membandingkan nilai defisit Indonesia dengan negara lain. Indonesia merupakan negara yang mampu menjaga defisit dengan baik.

Defisit anggaran India sebesar 7,1 persen PDB, sedangkan Malaysia 3,03 persen PDB. Negara berkembang seperti Vietnam mengalami defisit anggaran hingga 6,5 persen.

PDB, Polandia 2,9 persen PDB, Argentina 7,3 PDB, sedangkan Kolombia 2,84 persen PDB. “Jadi defisit kita aman 3 persenan,

Bahkan Qatar negara kaya minyak defisit sampai 10 persen. Norwegia 5 persen, Brasil 10 persen,” tegas Rizal.

Advertisements